Langsung ke konten utama

Alasan Muhammadiyah Memakai Metode Hisab


Menjelang Bulan Ramadhan tahun ini, Muhammadiyah selalu menjadi bahan pembicaraan di media cetak maupun elektronika. Hal ini karena Muhammadiyah yang memakai metode hisab terkenal selalu mendahului sidang Isbat pemerintah yang memakai metode rukyat (meskipun dalam hal ini pemerintah, melalui kemenag menyatakan telah mengakomodasi metode hisab, yang dikenal dengan sebutan hisab imkanur rukyat) dalam menentukan masuknya bulan Qamariah.

Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1434 H. jatuh pada hari Selasa Wage, 9 Juli 2013 dan 1 Syawal 1434 H. pada hari Kamis Wage, 8 Agustus 2013. Penetapan ini menyebabkan ada kemungkinan versi Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah. Dan hal ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah banyak menerima kritik, mulai (dinyatakan) dari tidak patuh pada pemerintah (yang banyak disebut sebagai ulil amri), tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasullullah s.a.w. yang jelas memakai rukyat al-hilal. Bahkan dari dalam kalangan Muhammadiyah sendiri ada yang belum bisa menerima penggunaan metode hisab ini.

Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima hisab karena berpegang pada salah satu hadits yaitu:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْغُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah (idul fitri) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tigapuluh hari” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Hadits tersebut (dan juga contoh Rasulullah s.a.w.) sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu 'bid’ah' yang tidak punya referensi pada Rasulullah s.a.w..

Lalu, mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode hisab? Berikut adalah salah satu dari sekian banyak alasan-alasannya :

Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.

Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.

Pertama, semangat al-Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS ar-Rahman, 55: 5). Ayat ini bukan sekadarmenginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti, sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus, 10: 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah s.a.w. menggunakan rukyat? Menurut Muhammad Rasyid Ridha dan Mustafa az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-illat (beralasan). Illat perintah rukyat adalah karena umat pada zaman Nabi s.a.w. adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w. dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim,

حَدَّثَنَا آدَمُحَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ قَيْسٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُعَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

عَنْ النَّبِيِّصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَانَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةًوَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ

“Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Al-Aswad bin Qais telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Amr bahwa dia mendengar Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kita ini adalah umat yang ummi, yang tidak terbiasa menulis dan juga tidak terbiasa menghitung. Satu bulan itu jumlah harinya sekian dan sekian, yaitu kadang berjumlah dua puluh sembilan dan kadang-kadang berjumlah tiga puluh hari".

Dalam kaedah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya illat. Jika ada illat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika illat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf al-Qaradhawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh al-Qaradhawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda dalam memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah.Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal,di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melebihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.

Keenam, rukyat menimbulkan masalah dalam pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan ain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.

Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras di seluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al-Khubara’ ats-Tsani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al-Khittami wa at Taushiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.

http://sdm3pkj.blogspot.com/2013/07/alasan-muhammadiyah-memakai-metode-hisab.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arti Lambang IPM

BENTUK Segi lima ber ujung runcing menyerupai bentuk pena WARNA Kuning berarti Keagungan Putih berarti Kesucian Merah berarti Keberanian Hitam berarti Keabadian Warna Hijau menunjukkan agar ilmu yang didapatkan bermanfaat dan dapat mempertebal iman Gambar Matahari yang berwarna kuning Menunjukkan bahwa IPM adalah Keluarga Besar Muhammadiyah Kata IPM dicantumkam  menunjukkan nama Organisasi,  IPM Singkatan dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah Di tengah Bulatan Matahari terdapat gambar buku Berarti Pengetahuan. Atau bisa juga berarti Al-Qur’an yang suci (Putih) Dibawah bulatan matahari terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, surat Al-Qolam : 1 yang berbunyi “ Nuun Walqolami Wamaa Yasthuruun” ( dalam tulisan Arab ) . Artinya : Nuun, Demi pena dan apa yang di tuliskannya. Tulisan Al-Qur'an tersebut ditulis dengan menggunakan huruf arab, warna hitam dan merupakan semboyan IPM. Huruf IPM berwarna merah. Merah berarti berani serta aktif menyampaikan dak

Fida Afif Ketua Umum PP IPM periode 2012-2014

Palembang – Muktamar IPM XVIII Palembang yang dilaksanakan sejak tanggal 25/11 hingga 28/11 ini telah menentukan ketua umum PP IPM periode 2012-2014 yakni Ipmawan Fida Afif dalam forum formatur. Formatur sendiri dipilih 9 nama formatur, dari 33 calon tetap formatur menjadi 9 nama formatur terpilih. 9 nama formatur terpilih itu sendiri adalah 1. Lesti Kaslati Siregar (PW IPM Sumut). 2. Ahmad Rosyidi (PW IPM Jawa Timur), 3. Ali Khamdi (PW IPM Jawa Tengah), 4. Daeng Muhammad Faisal (PW IPM Jawa Barat), 5. Fida Afif (PW IPM DIY), 6. Heriwawan (PW IPM Sulsel), 7. Ary Nurrohman (PP IPM), 8. Adi Saleh (PW IPM Nangroe Aceh Darussalam), dan 9. Fajar Febriansyah (PW IPM Sumsel).  Fida Afif terpilih menjadi Ketua Umum PP IPM  dalam rapat formatur, yang kemudian selanjutnya akan membahas susunan pengurus PP IPM periode Muktamar XVIII atau Periode 2012-2014. Total Suara dalam muktamar kali ini ada 800-an suara. Prosesi pemilihan sendiri dilakukan pada Kamis (29/11) Pagi hingga siang, dan p
Kenal Advokasi Biar Sayang Judul tulisannya lumayan bikin yang nulis juga ikut baper ya . By the way, itu cuma intermezo biar yang baca juga enggak tegang bin bosan, sekaligus biar bikin penasaran. Tenang aja, dipastikan tulisan ini tidak mengandung unsur perasaan berlebih yang menyebabkan kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah. Bentar deh, kok jadi kayak lirik lagu ya, oke move on please. Kembali ke tema kita kali ini tentang pentingnya kader IPM Kalbar mengetahui peran dan program bidang advokasi dalam pergerakan IPM. Advokasi merupakan salah satu bidang di IPM yang hingga saat ini terus di edukasikan ke setiap kader akan pentingnya kehadiran bidang tersebut dalam pimpinan. Kebanyakan kader menganggap bahwa bidang advokasi ini sama dengan bidang PIP, ASBO, bahkan ada yang berpendapat sama seperti KDI. Tentunya hal ini perlu lah di luruskan agar peran dan fungsi utama bidang advokasi tetap berada di garis besar program IPM di setiap lini-lini kehidupan kadernya. P